Sabtu, 25 April 2015

Arthur Schopenhauer



Arthur Schopenhauer
Oleh : Irma Afrilianda

Arthur Schopenhauer lahir di Danzig pada Tahun 1788 dari keturunan orang kaya Jerman dan keluarga Bangsawan. Tahun 1793, keluarganya pindah ke Humburg ketika kerajaan Prussia menguasai Kota Danzig. Tahun 1805, Ayahnya bunuh diri dan Ibunya pindah ke Weimar untuk melanjutkan karirnya sebagai penulis. Setahun kemudian Arthur Schopenhauer meninggalkan bisnis keluarganya di Humburg, untuk tinggal bersama Ibunya di Weimar.
Pada Tahun 1809, Schopenhauer menjadi seorang Mahasiswa di Universitas Gottingen untuk mempelajari Metafisika dan Psikologi. Lalu Tahun 1811 sampai 1812 Schopenhauer mengikuti kuliah Dai Johann Gottlieb Fiechte, seorang Filsuf Post Kant terkemuka dan dari seorang Teolog Friedrich Schleimachher. Tahun 1813, Shopenhauer tinggal di Berlin dan Tahun 1833 saat Shopenhauer berusia 27 Tahun dia menetap di Frankfrut.
Pemikiran yang paling menonjol dari seorang Schopenhauer adalah Senilia. Judul ini diterbitkan sebagai penghargaan kepadanya. Pemikiran Schopenhauer banyak dipengaruhi oleh pandangan Budha dan Kant.
Imanuel Kant menyatakan bahwa pengetahuan manusia terbatas pada bidang penampakan atau fenomena sehingga benda pada dirinya sendiri tidak pernah bisa diketahui manusia. Misalnya apa yang diketahui manusia tentang pohon bukanlah pohon itu sendiri, melainkan gagasan orang tentang pohon. Lalu Schopenhauer mengembangkan pemikiran Kant tersebut dengan menyatakan bahwa benda pada dirinya sendiri itu bisa diketahui, yakni “Kehendak”
Tahun 1833 Schopenhauer hidup sebagai bujang kaya hasil dari warisan orang tuanya. Dia menulis buku pertamanya “On the Fourfold Root of the Principle of Sufficient Reason”. Schopenhauer banyak menerbitkan tulisan , namun tidak laku dijual sehingga dia sendirilah yang membeli buku karya tulisannya untuk disimpan.
Beberapa tahun sebelum meninggal barulah Schopenhauer mulai terkenal. Buku yang disimpannya itu diedarkannya. Schopenhauer selalu hidup sendiri, rencana pernikahannya selalu gagal. Dia merasa hidup dengan banyak orang memuakkan  dan membuang waktu baginya. Dia mengejek kaum wanita sebagai “para karikatur”

Sabtu, 11 April 2015

RENE DESCRATES



AKU BERPIKIR MAKA AKU ADA

Oleh : Irma Afrilianda

Sebuah ungkapan yang kita kenal dari seorang Descrates “Aku berpikir maka aku ada” terdengar sangat sederhana namun sulit untuk kita pahami. Namun sebenarnya ungkapan ini mengandung makna yang sangat dalam. Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang berbeda dari makhluk lainnya. Manusia diberi akal untuk berpikir, sedangkan makhluk lainnya tidak. Maka berpikir itu adalah sebuah identitas yang melekat pada manusia. Dengan kita berpikir maka sesuatu yang tidak ada bisa menjadi ada.



Menurut saya yang di maksud Rene Decrates pada ungkapan diatas adalah bahwa segala sesuatu yang ada itu tercipta dari hasil berpikir. Pada zaman dahulu mungkin semuanya tidak secanggih seperti zaman sekarang. Namun karena manusia itu sendiri berpikir maka terciptalah sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Perkembangan zaman ini lah akibat dari sebuah proses berpikir. Dulu tidak ada mobil, namun manusia berpikir bagaimana cara untuk menempuh jarak jauh dalam waktu singkat maka adanya sebuah mobil. Dulu juga tidak ada handphone, sekarang hampir semua orang menggunakan handphone bahkan handphone sudah menjadi suatu benda yang wajib dimiliki. Begitu juga pada alat – alat modern lainnya yang sekarang selalu kita gunakan sehari – hari. Semua itu ada dari hasil berpikir manusia akan memenuhi kemudahan dalam mencapai sebuah kebutuhannya. Dulu tidak ada dan sekarang menjadi ada. Itulah mengapa ungkapan “Aku berpikir maka aku ada” yang dimaksud dari seorang Descrates.



Jika kita mencoba mendalami maksud dari ungkapan diatas, dalam hal ini Descrates ingin memberikan semangat atau dorongan kepada setiap manusia agar selalu berpikir karena berpikir memungkinkan kita untuk memperoleh pengetahuan – pengetahuan yang lebih baru.



Menurut Rene Descartes bahwa semuanya tidak ada yang pasti, kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berpikir, yang artinya “Aku berpikir maka aku ada.” Maksud dari pernyataan seperti itu adalah membuktikan bahwa satu – satunya hal yang pasti di dunia ini adalah keberadaan seseorang itu sendiri. Keberadaan itu bisa ditunjukkan dengan fakta bahwa ia bisa berpikir sendiri. Descrates ingin mencari kebenaran dengan pertama – tama meragukan semua hal. Dia meragukan keberadaan benda – benda di sekelilingnya, bahkan keberadaan dirinya sendiri.



Namun Descrates berpikir bahwa dengan cara meragukan semua hal termasuk dirinya sendiri, dia telah membersihkan dirinya dari segala prasangka yang mungkin menuntunnya ke jalan yang salah. Dia takut bahwa mungkin saja berpikir sebenarnya tidak membawanya menuju kebenaran. Mungkin juga bahwa pikiran manusia pada hakikatnya tidak membawa manusia pada kebenaran tapi justru sebaliknya membawa manusia pada kesalahan yang artinya ada semacam kekuatan tertentu yang lebih besar dari dirinya yang mengontrol pikirannya dan selalu mengarahkan pikirannya ke jalan yang salah.



Descrates tiba – tiba sadar bahwa bagaimanapun pikiran mengarahkan dirinya kepada kesalahan namun tetap berpikir. Inilah satu – satunya yang jelas, inilah satu – satunya yang tidak mungkin salah. Maksudnya tidak mungkin kekuatan tadi membuat kalimat “ketika berpikir, sayalah yang berpikir” salah. Dengan demikian, Descrates sampai pada kesimpulan bahwa ketika dia berpikir maka dia ada.